Fashion Era

Tata Cara Melamar Wanita, Pedoman untuk Para Jomblo


Pernikahan merupakan suatu momen yang sakral. Bahkan ada yang mengatakan ‘sehari untuk selamanya’ karena berkesannya agenda tersebut dalam sejarah kehidupan. Pada suatu tradisi pernikahan muslim dimanapun tempat dan budayanya, pada umumnya akan diawali dengan suatu acara yang dinamakan lamaran atau dalam bahasa fikihnya adalah khitbah. Pada artikel inilah nanti akan dibahas tata cara melamar wanita yang bsia dijadikan referensi.

Pada intimya acara lamaran adalah suatu rangkaian yang berhubungan dengan acara pernikahan. Pada saat lamaran itulah yang menjadi tanda awal apakah pernikahan tersebut akan positif terlaksana atau tidak. Oleh karena itu tata cara melamar wanita bagi sebagian orang menjadi hal yang sangat penting. Bahkan di beberapa daerah acara lamaran disertai dengan membawa barang yang serupa dengan mahar pernikahan.




Tujuan adanya lamaran


Lamaran atau khitbah memiliki arti suatu pendahuluan sebelum diadakannya pernikahan. Meskipun tidak diwajibkan akan tetapi Rasulullah mencontohkan tatkala ia melamar seorang wanita dan untuk dirinya sendiri dan melamar wanita untuk orang lain. Dan proses lamaran sendiri tidak dijelaskan secara detail oleh Raasulullah.

Fungsi dari lamaran sendiri ada tiga. Yang pertama, lamaran sebagai sarana meminta persetujuan dari pihak wanita akan kesetujuannya jika dinikahi seorang pria. Kedua lamaran memiliki fungsi permintaan ijin kepada wali atau orangtua wanita tersebut untuk dinikahi. Apakah wali atau orangtua tersebut menyetujui atau tidak. Dan yang ketiga adalah lamaran berfungsi untuk meminta informasi apakah wanita yang akan dinikahi sudah memiliki perjanjian kepada pria lain untuk menikah atau belum.

Tata cara melamar wanita

Ada beberapa ketentuan dalam acara lamaran atau khitbah.

Dilarang melamar wanita yang telah dilamar orang lain

Pada suatu riwayat Rasulullah shallallaahu ‘alaihi wa sallam melarang seseorang untuk melamar atau menikahi wanita yang telah dilamar orang lain. Rasulullah shallallaahu ‘alaihi wa sallam bersabda:

نَهَى النَّبِيُّ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ أَنْ يَبِيْعَ بَعْضُكُمْ عَلَى بَيْعِ بَعْضٍ، وَلاَ يَخْطُبَ الرَّجُلُ عَلَى خِطْبَةِ أَخِيْهِ، حَتَّى يَتْرُكَ الْخَاطِبُ قَبْلَهُ أَوْ يَأْذَنَ لَهُ الْخَاطِبُ.

“Nabi shallallaahu ‘alaihi wa sallam melarang seseorang membeli barang yang sedang ditawar (untuk dibeli) oleh saudaranya, dan melarang seseorang meminang wanita yang telah dipinang sampai orang yang meminangnya itu meninggalkannya atau mengizinkannya.” (HR Bukhari no. 5142 dan Muslim no. 1412)

Dari keterangan hadits tersebut maka sudah jelas keharamannya seorang pria menikahi seorang wanita yang sudah terikat perjanjian untuk menikah dengan pria lain, kecuali jika lamaran dari pria pertama sudah jelas ditolak.

Hendaknya melakukan nadzor

dari Shahabat Jabir bin ‘Abdillah radhiyallaahu ‘anhuma Rasulullah shallallaahu ‘alaihi wa sallam bersabda:

إِذَا خَطَبَ أَحَدُكُمُ الْمَرْأَةَ، فَإِنِ اسْتَطَاعَ أَنْ يَنْظُرَ مِنْهَا إِلَى مَا يَدْعُوْهُ إِلَى نِكَاحِهَا، فَلْيَفْعَلْ

“Apabila seseorang di antara kalian ingin meminang seorang wanita, jika ia bisa melihat apa-apa yang dapat mendorongnya untuk menikahinya maka lakukanlah!” (HR Ahmad III/334, 360 dan Abu Dawud no. 2082 dan al-Hakim II/165)

Seseorang yang melamar wanita disunahkan untuk bertemu dan melihat wanita yang akan dinikahinya. Terdapat perbedaan pendapat ulama mengenai batasan yang boleh dilihat oleh pria yang akan menikahinya.

Ada yang berpendapat bahwa yang boleh dilihat adalah sebatas wajah dan telapak tangan. Sedangkan pendapat lain mengemukakan bahwa yang boleh dilihat adalah hal-hal yang biasa tidak terlihat seperti rambut, betis, leher dan sebagainya. Namun yang jelas ketika melakukan pertemuan pakaian wanita muslimah yang melakukan nadzoh menutup aurat

Lamaran harus disampaikan dalam bahasa yang lugas

Seseorang yang melamar seorang wanita hendaknya menyampaikannya dengan jelas. Meskipun penyampaian maksud untuk melamar tersebut disampaikan dalam bahasa sindiran. Hal ini diterangkan menurut Al-Qur’an seperti ayat di bawah ini:

وَلَا جُنَاحَ عَلَيْكُمْ فِيمَا عَرَّضْتُمْ بِهِ مِنْ خِطْبَةِ النِّسَاءِ أَوْ أَكْنَنْتُمْ فِي أَنْفُسِكُمْ ۚ عَلِمَ اللَّهُ أَنَّكُمْ سَتَذْكُرُونَهُنَّ وَلَٰكِنْ لَا تُوَاعِدُوهُنَّ سِرًّا إِلَّا أَنْ تَقُولُوا قَوْلًا مَعْرُوفًا ۚ وَلَا تَعْزِمُوا عُقْدَةَ النِّكَاحِ حَتَّىٰ يَبْلُغَ الْكِتَابُ أَجَلَهُ ۚ وَاعْلَمُوا أَنَّ اللَّهَ يَعْلَمُ مَا فِي أَنْفُسِكُمْ فَاحْذَرُوهُ ۚ وَاعْلَمُوا أَنَّ اللَّهَ غَفُورٌ حَلِيمٌ

”Dan tidak ada dosa bagi kamu meminang wanita-wanita itu dengan sindiran atau kamu menyembunyikan (keinginan mengawini mereka) dalam hatimu. Allah mengetahui bahwa kamu akan menyebut-nyebut mereka, dalam pada itu janganlah kamu mengadakan janji kawin dengan mereka secara rahasia, kecuali sekedar mengucapkan (kepada mereka) perkataan yang makruf. Dan janganlah kamu berazam (bertetap hati) untuk berakad nikah, sebelum habis idahnya. Dan ketahuilah bahwasanya Allah mengetahui apa yang ada dalam hatimu; maka takutlah kepada-Nya, dan ketahuilah bahwa Allah Maha Pengampun lagi Maha Penyantun.”(Al-Baqarah: 235).

Haram mrlamar wanita pada masa iddah

Menikahi atau ,ela,ar dengan perkataan lugas pada janda pada masa iddah adalah haram. Hal disebutkan dalam kitab al-Bajuri sebagai berikut;

ولا يجوز أن يصرح بخطبة معتدة عن وفاة أو طلاق بائن أو رجعي والتصريح ما يقطع بالرغبة في النكاح كقوله للمعتدة أريد نكاحك

“Dan tidak boleh melamar perempuan yang sedang iddah dengan perkataan yang jelas, baik karena iddah wafat, atau karena talak bain dan raj’i. Yang dimaksud perkataan jelas adalah perkataan yang secara pasti menunjukkan adanya keinginan kuat untuk menikah, seperti berkata kepada mu’taddah, ‘Aku ingin menikahimu.’”

Akan tetapi seseorang boleh mengungkapkan keinginan untuk melamar wanita pada masa iddah dengan sindiran atau kode. Sehingga ada gambaran ketidak jelasan dan ketidak seriusan dari calon pelamar tersebut. Dalam kitab Ghayah al-Taqrib, Syaik Abu Syuja’ mengatakan sebagai berikut;

ولا يجوز أن يصرح بخطبة معتدة ويجوز أن يعرض لها وينكحها بعد انقضاء عدتها

“Dan tidak boleh melamar perempuan yang sedang menjalani masa iddah dengan perkataan yang jelas, namun boleh melamarnya dengan cara sindiran dan menikahinya setelah selesainya masa iddah.”

Demikian tata cara melamar wanita yang bisa kami sampaikan. Jangan lupa melihat artikel lainnya di blog ini. Terima kasih.